aubat merupakan proses kembalinya seorang hamba menuju hal-hal positif setelah melakukan sesuatu yang tercela menurut syariat. Taubat merupakan langkah awal dan kunci kesuksesan bagi seseorang yang ingin mendekatkan diri kepada Allah ta’ala. Allah telah menjadikannya sebagai penyebab kesuksesan di dunia maupun di akhirat. Allah ta’ala berfirman,
وَتُوبُوا إِلَى اللَّهِ جَمِيعًا أَيُّهَ الْمُؤْمِنُونَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ﴾ (سورة النور: 31).
“Dan bertaubatlah kamu semua kepada Allah, wahai orang-orang yang beriman, agar kamu beruntung.” (QS. An-Nur: 31)
Persyaratan & langkah-langkah dalam bertaubat
Untuk melakukan taubat dengan sempurna tentu seseorang harus memenuhi beberapa persyaratan dan langkah-langkah yang telah diterangkan oleh para ulama. Menurut Al-Imam An-Nawawi syarat-syarat taubat ada tiga:
- Meninggalkan kemaksiatan yang telah dilakukan.
- Menyesali perbuatan tersebut.
- Bertekad untuk tidak mengulanginya lagi. Dan tidak boleh di dalam hatinya terbesit sedikit pun kekhawatiran akan mengulangi kemaksiatan yang sama setelah bertaubat. Terlebih, jika dia sampai ragu akan keseriusan taubatnya. Karena yang demikian itu adalah godaan setan yang terlaknat.
Lalu, jika perbuatan itu berkaitan dengan hak-hak orang lain yang bersifat harta benda, maka selain 3 langkah di atas dia juga harus mengembalikannya, dan jika berkaitan dengan harga diri orang lain, maka dia harus meminta maaf kepada orang yang bersangkutan. Meskipun demikian, taubat tidak bisa dilakukan ketika matahari sudah terbit dari arah barat, karena pada saat itulah Allah ta’ala telah menutup pintu taubat bagi makhluk-Nya.
Ketika seseorang telah melakukan langkah-langkah di atas, berarti dia telah kembali kepada fitrahnya sebagai mana ia diciptakan, dan kembali ke status fitrah itulah hakikat taubat yang sebenarnya.
Ciri-ciri orang yang telah bertaubat
Al-Habib ‘Abdullah bin ‘Alawy Al-Haddad mengatakan bahwa ciri-ciri orang yang telah bertaubat adalah sebagai berikut:
- Hatinya menjadi lunak.
- Banyak menangisi dosa-dosanya.
- Senang melakukan hal-hal positif.
- Menghindari teman dan tempat yang mengajaknya berbuat maksiat.
Taubat sebagai pembawa rezeki dan penolak mala petaka
Salah satu penyebab terjadinya musibah yang sering menimpa kita dan keengganan Allah untuk memberi rezeki adalah kemaksiatan, seperti yang sedang terjadi di negara kita tercinta bumi pertiwi Indonesia yang sedang dirundung duka, yaitu gempa bumi yang terjadi di Cianjur yang menelan ratusan korban jiwa, dan baru-baru ini letusan gunung Semeru serta musibah-musibah lain yang merupakan tanda peringatan dari Allah ta’ala atas ulah tangan manusia. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,
﴿ظَهَرَ الْفَسَادُ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ أَيْدِي النَّاسِ لِيُذِيقَهُمْ بَعْضَ الَّذِي عَمِلُوا لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ﴾ (سورة الروم: 41)
Artinya: “Telah tampak kerusakan di darat dan laut disebabkan perbuatan tangan manusia; Allah menghendaki agar mereka merasakan sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).” (QS. Ar-Rum: 41)
Oleh karena itu, sebagai seorang muslim kita dituntut untuk selalu memperbaiki diri dengan cara bertaubat kapan pun dan di mana pun kita berada, karena taubat dapat menyucikan hati orang-orang yang telah berdosa dan berbuat salah. Selain itu, taubat juga bisa menolak bencana dan mala petaka, serta dapat menarik pintu-pintu rezeki. Allah ta’ala berfirman,
﴿فَقُلْتُ اسْتَغْفِرُوا رَبَّكُمْ إِنَّهُ كَانَ غَفَّارًا (10) يُرْسِلِ السَّمَاءَ عَلَيْكُمْ مِدْرَارًا (11) وَيُمْدِدْكُمْ بِأَمْوَالٍ وَبَنِينَ وَيَجْعَلْ لَكُمْ جَنَّاتٍ وَيَجْعَلْ لَكُمْ أَنْهَارًا (12)﴾ (سورة النور: 10-12).
Artinya: “Maka aku berkata (kepada mereka), “Mohonlah ampunan kepada Tuhanmu, sungguh, Dia Maha Pengampun, niscaya Dia akan menurunkan hujan yang lebat dari langit kepadamu, dan Dia memperbanyak harta dan anak-anakmu, dan mengadakan kebun-kebun untukmu, dan mengadakan sungai-sungai untukmu.” (QS. Nur: 10-12)
Penyebab jauhnya seorang hamba dari Sang Khaliq
Allah subhanahu wa ta’ala adalah Tuhan Yang Maha Suci, sedangkan seorang insan yang sering kali melakukan dosa hatinya akan berkarat dan menjadi gelap. Bahkan, jika tidak segera ditangani, maka hati itu akan mati. Lalu, bagaimana mungkin hati yang demikian itu bisa dekat dengan Dzat Yang Maha Suci? Oleh karena itu, seorang muslim diharuskan selalu meminta ampunan kepada Allah agar hatinya menjadi bersih dan mudah dekat dengan-Nya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ :قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: إِنَّ الْمُؤْمِنَ إِذَا أَذْنَبَ كَانَتْ نُكْتَةٌ سَوْدَاءُ فِي قَلْبِهِ فَإِنْ تَابَ وَنَزَعَ وَاسْتَغْفَرَ صُقِلَ قَلْبُهُ وَإِنْ زَادَ زَادَتْ حَتَّى يَعْلُوَ قَلْبَهُ ذَاكَ الرَّيْنُ الَّذِي ذَكَرَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ فِي الْقُرْآنِ {كَلَّا بَلْ رَانَ عَلَى قُلُوبِهِمْ مَا كَانُوا يَكْسِبُونَ} (رواه أحمد)
Artinya: “Dari Sahabat Abu Hurairah radliyallahu ‘anhu, beliau berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya seorang mukmin jika melakukan dosa maka di hatinya akan terdapat noda hitam. Lalu, kalau ia bertaubat dan meninggalkan perbuatan tersebut serta meminta ampun (kepada Allah), maka hatinya akan dijernihkan kembali. Dan apabila ia mengulangi lagi (dosa tersebut), maka noda hitam itu bertambah kembali hingga menutup hatinya. Itulah noda yang Allah sebutkan di dalam Al-Qur’an.” (HR. Ahmad: 7611)
Manfaat dekat dengan Allah
Seorang hamba yang sudah dekat dengan Allah, maka jalan hidupnya akan tertata jelas dan terjaga dari hal-hal negatif. Hal itu dikarenakan tubuhnya sudah dikendalikan oleh Allah ta’ala, matanya tidak digunakan untuk melihat hal-hal yang berbau kemaksiatan, begitu pula telinga, tangan, dan seluruh tubuhnya tidak digunakan untuk melakukan kemaksiatan. Di saat ia terpaksa melakukan kemasiatan pun Allah akan langsung mengingatkannya, karena pada saat itu dia sudah menjadi kekasih Allah ta’ala. Bahkan, Allah berjanji untuk mengabulkan apa yang dia minta. Dan jika dia meminta perlindungan dari segala mara bahaya, pasti akan Allah lindungi. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda,
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: إِنَّ اللَّهَ قَالَ مَنْ عَادَى لِي وَلِيًّا فَقَدْ آذَنْتُهُ بِالْحَرْبِ وَمَا تَقَرَّبَ إِلَيَّ عَبْدِي بِشَيْءٍ أَحَبَّ إِلَيَّ مِمَّا افْتَرَضْتُ عَلَيْهِ وَمَا يَزَالُ عَبْدِي يَتَقَرَّبُ إِلَيَّ بِالنَّوَافِلِ حَتَّى أُحِبَّهُ فَإِذَا أَحْبَبْتُهُ كُنْتُ سَمْعَهُ الَّذِي يَسْمَعُ بِهِ وَبَصَرَهُ الَّذِي يُبْصِرُ بِهِ وَيَدَهُ الَّتِي يَبْطِشُ بِهَا وَرِجْلَهُ الَّتِي يَمْشِي بِهَا وَإِنْ سَأَلَنِي لَأُعْطِيَنَّهُ وَلَئِنْ اسْتَعَاذَنِي لَأُعِيذَنَّهُ. (رواه البخاري)
Artinya: “Dari Sahabat Abu Hurairah radliyallahu ‘anhu, beliau berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda, “Sesungguhnya Allah berfirman, ‘Barang siapa yang memusuhi para wali-Ku, maka Aku akan menyatakan perang kepadanya. Tidaklah hamba-Ku mendekati-Ku dengan sesuatu yang lebih Kucintai dari pada apa yang telah Aku wajibkan. Hamba-Ku tidak henti-hentinya mendekati Aku dengan ibadah sunnah sehingga Aku mencintainya. Maka ketika Aku mencintainya Aku menjadi pendengarannya yang ia gunakan untuk mendengar, menjadi penglihatannya yang ia gunakan untuk melihat, menjadi tangannya yang ia gunakan untuk berbuat dan menjadi kakinya yang ia gunakan untuk berjalan. Seandainya ia meminta kepada-Ku niscaya akan Kuberi, dan seandainya dia memohon perlindungan-Ku pasti Aku akan melindunginya.’” (HR. Bukhari: 6021)
Oleh: M. Umam Tsaqib dan Nasrul Fata