Sudah menjadi tabiat seoarang hamba yang beriman dan bertakwa yaitu mengharapkan kebahagian di dunia berupa mendapatkan nikmat dari Allah Ta’ala, serta kebahagiaan di akhirat berupa mendapatkan balasan terbaik dari Allah Ta’ala yaitu surga. Alllah Ta’ala berfirman :
وَمِنْهُمْ مَنْ يَقُولُ رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ (٢٠١)﴾ [البقرة: 201]
Artinya: Dan diantara mereka ada yang berdo’a. ‘’ya tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat, dan lindungilah kami dari azab neraka.’’ (Q.S. Al-Baqoroh: 201).
Ulama’ menjelaskan bahwa mereka adalah orang-orang yang beriman dan bertakwa, sebab orang yang tidak beriman hanya meminta kenikmatan dunia saja karena mereka tidak percaya dengan adanya akhirat.
Pada ayat lain, Allah Ta’ala juga telah menjelaskan apa yang harus kita lakukan untuk mendapatkan kebahagian dunia dan akhirat:
﴿مَنْ عَمِلَ صَالِحًا مِنْ ذَكَرٍ أَوْ أُنْثَى وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَلَنُحْيِيَنَّهُ حَيَاةً طَيِّبَةً وَلَنَجْزِيَنَّهُمْ أَجْرَهُمْ بِأَحْسَنِ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ (٩٧) ﴾ [النحل: 97].
Artinya: Barang siapa mengerjakan kebajikan, baik laki-laki maupun perempuan dalam kedaan beriman, maka pasti akan kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan akan kami beri balasan dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan. (Q.S. An-Nahl: 97).
Di ayat ini, Allah Ta’ala menyebutkan janji-Nya, bahwa jika ada seorang hamba yang memenuhi dua kriteria, yaitu: beriman dan beramal shaleh, maka Allah Ta’ala akan memberi mereka kehidupan yang baik di dunia dan pahala di akhirat.
Iman
Iman merupakan hal paling penting agar kita memperoleh dua kebahagian terutama kebahagiaan di akhirat, karena iman merupakan kunci utama agar kita mendapatkannya. Dalam hal keimanan, setiap orang memiliki tingkat keimanan yang berbeda, ada yang sempurna dan ada yang belum sempurna. Untuk menyempurnakan iman yang ada pada diri kita ada banyak hal yang bisa kita lakukan, diantaranya cinta kepada nabi Muhammad shallahu ‘alaihi wa sallam, cinta kepada nabi bukan hanya mengucapkan “saya cinta kepada Nabi”, akan tetapi cinta kepada Nabi harus kita buktikan dengan mengenal kepribadiannya lewat membaca sejarah kenabian, meneladani akhlaqnya yang mulia, melaksanakan perintahnya, menjauhi larangannya, dan memperbayak membaca sholawat. Anas bin Malik radliyallahu ‘anhu meriwayatkan bahwa Rasulullah shallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
عَنْ أَنَسٍ بْنِ مَالِكٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى أَكُونَ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِنْ وَالِدِهِ وَوَلَدِهِ وَالنَّاسِ أَجْمَعِيْنَ. (رواه البخاري)
Artinya: Tidak (sempurna) iman kalian semua sampai aku (nabi Muhammad) menjadi orang yang paling kalian cintai dari pada orang tua, anak kalian dan seluruh manusia.(H.R. Bukhari).
Dan termasuk bukti cinta kita kepada nabi adalah, cinta kepada keturunanya (para habaib). Dalam hadist lain yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas radliyallahu ‘anhu disebutkan:
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ «أَحِبُّوا اللَّهَ لِمَا يَغْذُوكُمْ مِنْ نِعَمِهِ وَأَحِبُّونِي بِحُبِّ اللَّهِ وَأَحِبُّوا أَهْلَ بَيْتِي لِحُبِّي» (رواه الترمذي)
Artinya: Cintailah Allah karena Allah memberi nikmat kepada kalian semua, dan cintailah aku (Nabi Muhammad) dengan dasar cinta kepada Allah, dan cintailah keluargaku karena dasar cinta kepadaku. (H.R. Imam tirmidzi).
Dari hadist yang telah disebutkan, kita bisa menyimpulkan bahwa kita diperintahkan untuk mencintai keluarga Nabi Muhammad SAW (Habaib), sebab keimanan seseorang dianggap sempurna jika mereka juga iman dan cinta kepada Nabi Muhammad shallahu ‘alaihi wa sallam serta keluarganya.
Selain diperintah untuk mencintai Ahlul bait kita juga diperintah untuk ittiba’ (ikut) kepada habaib yang bisa dijadikan panutan dalam masalah agama. Namun, meski demikian dalam hal mencintai kita tidak boleh memilah-milah, kita wajib mencintai dan tidak boleh membenci bahkan menghujat dan menghina mereka meski sebagian dari perilaku atau ucapan mereka tidak pantas dijadikan panutan, bahkan Syaikhuna Maimoen Zubair mengumpamakan habaib yang demikin dengan Al-Qur’an yang sudah lusuh, dalam artian meski sudah tidak bisa dibaca namun tetap wajib dimuliakan.
Amal saleh
Amal saleh merupakan kunci kedua agar kita bisa mendapatkan kebahagiaan dunia dan akhirat, dan sudah seharusnya kita hidup di dunia ini untuk beramal saleh karena dunia merupakan ladang amal yang akan kita panen hasilnya kelak di akhirat, selain itu amal saleh juga merupakan bukti dari keimanan yang ada dihati kita.
Ada banyak macam amal saleh yang bisa kita lakukan, karena dalam Al-Qur’an ataupun hadist sudah diterangkan berbagai macam amal saleh, baik amal berupa ucapan atau perbuatan, amal yang bermanfaat untuk kita sendiri ataupun amal yang manfaatnya bisa dirasakan orang lain. Dalam beramal kita tidak boleh menganggap remeh amal saleh yang kita perbuat meski terlihat kecil dan termasuk hal sunnah, karena sekecil apapun amal yang kita kerjakan pasti Allah Ta’ala akan tahu dan membalasnya, baik balasan secara langsung di dunia maupun di Akhirat nanti. Demikian juga, kita tidak boleh meremehkan dosa meski itu dosa kecil, bahkan hal yang makruh pun kita tidak boleh mengangapnya remeh, karena dosa sekecil apapun itu pasti ada balasannya baik di dunia maupun di akhirat nanti, dalam kata lain, jika melakukan ketaatan atau kemaksiatan, jangan melihat apa yang dilakuakan, akan tetapi lihatlah siapa yang memerintah dan melarang.
Salah satu contoh amal yang jika kita lihat terlihat remeh tapi sebenarnya sangat terlihat pengaruhnya dalam kehidupan kita adalah berbuat baik kepada tetangga, hal ini termasuk hal yang sangat penting kita perhatikan dan kita jaga, karena seorang tetangga bagaikan saudara dan famili kita bahkan melebihinya, bagaimana tidak? Karena saudara yang jauh dari kita belum tentu bisa membantu kita pada saat kita butuh pertolongan, tetapi tetangga akan siap memberikan pertolongan kepada kita saat dibutuhkan baik siang maupun malam, oleh karena itu, hubungan yang baik dengan tetangga harus kita jaga, jangan sampai terjadi perselisihan bahkan pertengkaran, walaupun mereka derbeda keyakinan dengan kita. Banyak dalil yang menjelaskan pentingnya kita berbuat baik kepada tetangga, diantaranya firman Allah Ta’ala:
ﵟ وَاعْبُدُوا اللَّهَ وَلَا تُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا وَبِذِي الْقُرْبَى وَالْيَتَامَى وَالْمَسَاكِينِ وَالْجَارِ ذِي الْقُرْبَى وَالْجَارِ الْجُنُبِ وَالصَّاحِبِ بِالْجَنْبِ وَابْنِ السَّبِيلِ وَمَا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ مَنْ كَانَ مُخْتَالًا فَخُورًا (٣٦)ﵞ [النساء: 36]
Artinya: Dan sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan seseuatu apapun. Dan berbuat baiklah kepada orang tua, karib kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga dekat dan tetangga jauh, teman sejawat, ibnu sabil, dan hamba sahaya yang kamu miliki. Sungguh Allah tidak menyukai orang sombong dan membanggakan diri.(Q.S. An-Nisa’: 36)
Nabi Muhammad shallahu ‘alaihi wa sallam bersabda dalam hadist yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah radliyallahu ‘anhu:
عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ “لَا يَدْخُلُ الْجَنَّةَ مَنْ لاَ يَأْمَنُ جَارُهُ بَوَائِقَهُ” (رواه مسلم)
Artinya: Tidak akan masuk surga orang yang tetangganya tidak merasa aman dari kejelekan yang ia perbuat. (H.R. Muslim).
Hal ini juga salah satu hal yang sangat diperhatikan oleh salafus shalih. Dikisahkan, salah satu dari mereka bercerita kepada temannya bahwa banyak tikus yang mengganggu di rumahnya, kemudian temannya memberikan saran agar dia memelihara seekor kucing supaya mengusir tikus yang ada di rumahnya, tapi dia tidak menerima saran temannya dan dia lebih memilih rumahnya menjadi sarang tikus daripada jika dia mengusir tikus-tikus itu dari rumahnya maka akan pindah ke rumah tetangganya.
Kehidupan bahagia di dunia adalah suatu kehidupan yang menjadikan jiwa tenang dan damai karena merasakan kelezatan keimanan dan kenikmatan. Jiwa menjadi rindu akan janji Allah Ta’ala, ikhlas dan rela menerima takdir, serta bebas dari perbudakan duniawi karena jiwanya hanya tertuju pada tuhan yang maha esa. Adapun di akhirat adalah memperoleh balasan pahala yang besar dan paling baik dari Allah Ta’ala karena amal shaleh dan kebajikan yang telah diperbuatnya serta iman yang bersih dan memenuhi jiwanya.
والله أعلم بالصواب.
Oleh: Abdul Basith