Bulan Oktober merupakan bulan yang istimewa. Banyak peristiwa bersejarah pada bulan ini, salah satunya adalah resolusi jihad, serta hari sumpah pemuda, yang menjadi peristiwa penting dalam bangsa Indonesia demi mempertahankan kemerdekaannya. Tidak hanya bagi bangsa Indonesia saja bulan ini menjadi istimewa, bulan Oktober juga memiliki nilai historis bagi umat Islam.
Menurut Syaikhina K.H. Maimoen Zubair bulan Oktober merupakan bulan peringatan Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam mulai menancapkan tonggak perjuangan yang dimulai dari kota Madinah Al-Munawwarah. Nabi hijrah bertepatan pada bulan Oktober. Selain itu, bulan Oktober juga bulan untuk mencanangkan perjuangan dan memperjuangkan tanah air.
Syaikhina Maimoen memberikan penjelasannya mengenai maksud dari permulaan bulan Oktober dalam Islam. Dalam Al-Qur’an, Surat At-Taubah Ayat 108 Allah ta’ala berfirman:
لَمَسْجِدٌ أُسِّسَ عَلَى التَّقْوَىٰ مِنْ أَوَّلِ يَوْمٍ أَحَقُّ أَنْ تَقُومَ فِيهِ ۚ فِيهِ رِجَالٌ يُحِبُّونَ أَنْ يَتَطَهَّرُوا ۚ وَاللَّهُ يُحِبُّ الْمُطَّهِّرِينَ (108)
Artinya: “Sesungguhnya masjid yang didirikan atas dasar takwa (masjid Quba), sejak hari pertama adalah lebih patut kamu sholat di dalamnya. Di dalam masjid itu ada orang-orang yang ingin membersihkan diri. Dan sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bersih.”
“Lamasjidun ussisa ‘alat taqwaa min awwali yaumin ahaqqu an taquuma fiih. Bahwasanya masjid yang dibangun atas asas taqwa, itu lebih berhak, harus kita peringati dan harus kita teruskan”, “Kapan masjid itu diperjuangkan? Min awwali yaumin, yaitu hari pertama Nabi sampai di Madinah, yang bertepatan dengan 1 Oktober,” tutur beliau.
Syaikhina Maimoen juga menyatakan rasa syukurnyan karena Indonesia bisa bangkit dengan adanya anak-anak muda yang mau berjuang. “Alhamdulillah, bahwa Indonesia benar-benar menjadi negara yang kebangkitannya dari anak-anak muda,” tambahnya.
Hal ini sesuai dengan pepatah Arab yang mengatakan:
مَنْ شَبَّ عَلَى شَيْءٍ شَابَ عَلَيْهِ .
Artinya: “Barang siapa yang terbiasa dengan sesuatu di masa mudanya, akan terbiasa di masa tuanya.”
“Orang itu lihatlah dari masa mudanya, bangsa Indonesia bangkit karena ada sumpah pemuda. Bulan apa? Oktober,” lanjutnya.
“Hari santri bukan berarti makna yang kecil, tapi memiliki makna yang besar (luas). Sebab hari santri itu memperingati fatwa ulama. Hukum menjunjung dan membela tanah air adalah fardlu ‘ain.” jelas Syaikhina Maimoen.
Lahirnya Hari Santri bermula dari fatwa yang disampaikan Pahlawan Nasional Hadlrotus Syaikh K.H. Haysim Asy’ari. Pada 22 Oktober 1945 lalu, yang memimpin perumusan fatwa ‘Resolusi Jihad’ di kalangan kiai pesantren. Fatwa yang ditetapkan pada 22 Oktober 1945 itu berisi kewajiban berjihad untuk mempertahankan kemerdekaan Indonesia dengan melawan pasukan kolonial yang masih ada di Indonesia, hingga mencapai puncak perlawanan pada 10 November 1945, yang juga dikenal sebagai cikal bakal peringatan Hari Pahlawan.
Seruan ini berisikan perintah kepada umat Islam untuk Resolusi Jihad melawan tentara sekutu yang ingin menjajah kembali wilayah Republik Indonesia pasca proklamasi Kemerdekaan. Sekutu ini maksudnya adalah Inggris sebagai pemenang perang dunia ke-II untuk mengambil alih tanah jajahan Jepang. Di belakang tentara Inggris, Rupanya ada pasukan Belanda yang ikut membonceng. Pada tanggal 22 Oktober 1945, K.H. Hasyim Asy’ari menyerukan imbauan kepada para santri untuk berjuang demi tanah air.
Hari Santri Nasional bertujuan untuk memberikan pemahaman kepada masyarakat bahwa perjuangan merebut kemerdekaan Indonesia terdapat peran ribuan santri dan kiai di dalamnya. Oleh karena itu, Hari Santri merupakan sebuah pemaknaan sejarah yang nyata, ketika perjuangan bangsa dibangun di atas keikhlasan dan ketulusan para santri yang berpaham merah putih. Hari Santri Nasional memiliki arti, makna, dan filosofi yang besar bagi bangsa Indonesia, sehingga perlu diketahui sejarah dan latar belakang ditetapkannya tanggal 22 Oktober sebagai Hari Santri Nasional.
Yang menjadi alasan kenapa Hari Santri Nasional ditetapkan pada tanggal 22 Oktober adalah untuk mengenang peran besar kaum kiai dan santri dalam perjuangan melawan penjajahan bangsa asing, bertepatan dengan resolusi jihad Hadlrotus Syaikh K.H. Hasyim Asy’ari pada tanggal 22 Oktober 1945 M. Sejarah mencatat, para santri bersama dengan pejuang bangsa lainnya memiliki peran besar dalam merebut kembali kedaulatan negara dari kolonialisme bangsa asing.
Hari Santri Nasional memiliki arti dan makna yang penting bagi kalangan santri sendiri dan segenap elemen bangsa. Dalam sejarah, peran mereka untuk memperjuangkan kemerdekaan Indonesia sudah tidak diragukan lagi. Mereka ikut merebut Indonesia, membangun Indonesia dan mempertahankan NKRI.
Santri adalah generasi penerus yang tidak hanya agamis melainkan generasi yang pemikirannya lebih tinggi yang berkenaan dengan pengetahuan yang luas. Perlu kita pahami bahwa bangsa yang besar itu di layar belakangnya ada santri yang selalu berdo’a dan berusaha dengan ikhlas, karena do’a merupakan senjata yang paling ampuh. Karena kesungguhannya dalam mengabdikan dirinya untuk umat muslim itu tidak akan mengkhianati hasil untuk masa depan generasi muda nantinya.
Sejarah telah membuktikan bahwa santri selalu ada dalam setiap fase perjalanan Indonesia. Ketika Indonesia memanggil santri, mereka tidak pernah mengatakan tidak, santri selalu siap sedia mendarma-baktikan hidupnya untuk bangsa dan negara, santri dengan segala kemampuannya bisa menjadi apa saja tidak hanya di bidang ilmu agama tapi juga di bidang ilmu lainnya. Meski demikian santri tidak pernah melupakan tugas utama yaitu menjaga agama karena salah satu tujuan agama adalah untuk memerintah manusia agar berbuat baik, sebaliknya agama tidak diturunkan untuk merendahkan martabat kemanusiaan. Dan santri senantiasa berprinsip bahwa menjaga martabat kemanusiaan atau hifdzun nafsi adalah esensi ajaran agama yang penting terutama di tengah kehidupan Indonesia yang sangat majemuk, karena menjaga martabat kemanusiaan juga berarti menjaga Indonesia.
Syaikh Burhanuddin Ibrahim ibn Ibrahim Al-Luqqoni Al-Maliki berkata pada Nadzom Jauharotut Tauhid:
وَحِفْظُ دِيْنٍ ثُمَّ نَفْسٍ مَالْ نَسَبْ وَمِثْلُهَا عَقْلٌ وَعِرْضٌ قَدْ وَجَبْ
Artinya: “Menjaga agama, jiwa, harta, garis keturunan, fikiran & harga diri, hukumnya adalah wajib.”
Semenjak 22 Oktober ditetapkan sebagai Hari Santri Nasional pada tahun 2015 lalu, hari itu menjadi refleksi bagi golongan santri dan bangsa untuk mengingat kembali sejarah perjuangan kaum pesantren dalam berjuang melawan penjajah. Refleksi dan mengingat kembali pada sejarah adalah sesuatu yang penting. Ingatan sejarah akan memberikan bekal bagi para santri pada zaman modern ini untuk selalu berbenah, memperbaiki kualitas diri demi kemajuan bangsa Indonesia.
Penetapan Hari Santri Nasional dilakukan dengan tujuan agar para santri dan rakyat Indonesia selalu meneladani semangat jihad para tokoh pahlawan, semangat kebangsaan, cinta tanah air, dan rela berkorban untuk bangsa dan negara. Dengan mewarisi semangat itulah, para santri dapat memperkuat jiwa religius sekaligus jiwa nasionalisme. Di samping itu, mereka diharapkan mampu mempertahankan kesejahteraan, keadilan, serta meningkatkan ilmu pengetahuan dan teknologi demi kemajuan bangsa Indonesia.