Hari Bumi atau Earth Day merupakan refleksi kita sebagai umat manusia untuk selalu membangun hubungan yang harmonis, kuat dan peka terhadap lingkungan tempat tinggal kita. Sebab, adanya peringatan Hari Bumi Sedunia ini, yang diperingati setiap tanggal 22 April bukan sekedar ceremony belaka, namun terkandung didalamnya makna kesadaran. Kesadaran akan pentingnya menjaga dan merawat planet bumi ini, sebuah tempat yang telah Allah persembahkan kepada umat-Nya untuk bertempat tinggal, hidup dan melakukan segala aktivitasnya.
Mungkin dikalangan para santri ataupun Mahasantri, banyak yang belum mengenal terkait Hari Bumi. Sejarah munculnya peringatan tersebut ialah berawal dari adanyan peningkatan polusi dan kerusakan lingkungan pada tahun 1970. Pelopornya adalah Senator Gaylord Nelson dari Amerika Serikat. Saat itu, sekitar 20 juta orang ikut serta dalam aksi tersebut. Tujuan utama adanya aksi tersebut adalah untuk meningkatkan kesadaran akan pentingnya pelestarian bumi. Selanjutnya pada tahun 1990, perkembangan peringatan Hari Bumi menjadi gerakan global. Bahkan pada tahun itu, perayaan Hari Bumi melibatkan lebih dari 140 negara. Puncaknya pada tahun 2009, Majelis Umum PBB menetapkan setiap tanggal 22 April sebagai International Mother Earth Day dan mengakui pentingnya pelestarian ekosistem bumi.
Organisai yang menjadi pelopor gerakan Hari Bumi adalah Earth Day Network, sebuah organisasi dunia di bawah PBB yang selalu mengajak masyarakat dunia untuk terus meningkatkan penggunaan energi terbarukan, sebagai langkah pelestarikan lingkungan hidup.
Berkaitan dengan Hari Bumi, Kementrian Agama Republik Indonesia membuat progam “Khidmah Ma’had Aly untuk Gerakan Bumiku Hijau”. Progam tersebut selain sebagai langkah kronkit terhadap progam kementrian, khususnya dalam bidang Ekoteologi juga sebagai bentuk kepedulian pemerintah kepada pelestarian alam lingkungan hidup.
Ma’had Aly sebagai lembaga pendidikan islam di bawah naungan kementrian Agama mempunyai tanggung jawab tinggi sebagai pusat penggerak literasi, advokasi dan aksi nyata dalam isu lingkungan hidup. Dan Ma’had Aly Iqna’ Ath-Thalibin yang memiliki progam studi ilmu Tasawuf hadir dan ikut andil sebagai salah satu penggerak progam tersebut.
Dalam al-Qur’an kita dii”ngatkan oleh beberapa firman Allah tentang pelestarian bumi ini, diantaranya firman Allah yang berbunyi:
وَلَا تُفْسِدُوْا فِى الْاَرْضِ بَعْدَ اِصْلَاحِهَا وَادْعُوْهُ خَوْفًا وَّطَمَعًاۗ اِنَّ رَحْمَتَ اللّٰهِ قَرِيْبٌ مِّنَ الْمُحْسِنِيْنَ ٥٦
“Dan janganlah kamu berbuat kerusakan di muka bumi sesudah (Allah) memperbaikinya”. (QS. Al-A’raf: 56).
Dalam ayat lain Allah juga berfirman:
وَاللّٰهُ لَا يُحِبُّ الْمُفْسِدِيْنَ ٦٤
“Dan Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan”. (QS. Al-Ma’idah: 64).
Sudah jelas dalam 2 ayat tersebut Allah mengutuk keras terhadap perusakan alam lingkungan, menunjukan bahwa kita sebagai manusia yang telah Allah tempatkan kita di bumi, untuk selalu menjaga dan merawatnya. Allah berfirman:
وَالۡاَرۡضَ وَضَعَهَا لِلۡاَنَامِۙ ١٠
“Dan Allah telah membentangkan bumi untuk makhluk(Nya)”.
Dalam dunia ilmu Tasawuf, kita seringkali disuguhi nilai-nilai positif seperti zuhud, wara’, malu, taqwa, roja’ khouf dan mahabbah. Jika nilai-nilai tersebut diimplementasikan dalam kehidupan nyata, maka kehidupan kita, baik secara lahiriah dan batiniah akan berjalan dengan baik. Sebab, mengamalkan ajaran tasawuf itu tidak mengharuskan kita meninggalkan kepentingan-kepentingan duniawi.
Salah satu nilai ajaran tasawuf yang layak diterapkan sebagai bentuk keiikutsertaan dalam menjaga dan menumbuhkan kesadaran untuk merawat bumi ini adalah maqam mahabbah, atau menanamkan rasa cinta kita terhadap lingkungan.
Maqam mahabbah dalam ilmu tasawuf sebenarnya merupakan tingkatan terakhir, dimana seorang sufi bisa mencapai tingkatan mahabbah terlebih dahulu menyelami tingkatan-tingkatan dibawahnya, seperti ikhlas, sabar, syukur, zuhud dan tawakal. Mahabbah juga menjadi tsamrah atau intisari dari puncaknya seorang sufi.
Penerapan maqam mahabbah atau rasa cinta kepada lingkungan yang paling utama terlebih dahulu selalu membangun kesadaran bahwa bumi yang kita tempati adalah sebuah tempat yang telah Allah sediakan secara khusus kepada hambanya dan Allah melarang kita untuk merusaknya, sebagaimana yang disebutkan pada ayat di atas. Pohon, tumbuhan, pegunungan, dan berbagai ragam keindagan alam ini adalah makhluk ciptaan Allah yang wajib kita jaga. Ketika kesadaran itu terus ditanamkan, maka rasa cinta akan tumbuh. Ketika rasa cinta sudah tumbuh, maka secara reflek kita akan berusaha merawat dan menjaga lingkungan kita. Sebab salah satu tanda cinta adalah selalu menjaga hak-haknya mereka yang dicintai. Dan haknya bumi adalah dijaga dan dirawat, tidak dengan merusak atau mencemarkannya. Selain itu, dengan kita cinta kepada lingkungan, kita bisa hidup dengan nyaman, baik dengan orang sekitar ataupun kondisi lingkungan sekitar.
Bentuk kecintaan kita kepada alam dicontohkan dengan membuang hal-hal yang dapat membahayakan kepada diri kita atau orang lain, seperti membuang sampah ditempatnya, membuang duri atau ranting di tempat lalu lalang orang banyak, tidak membuang kotoran di tempat-tempat umum. Hal-hal demikian selain sebagai implementesai dari rasa cinta juga sekaligus melakukan syu’abul iman, atau cabang-cabang keimanan dan tentu merupakan bentuk memanusikan alam, artinya menempatkan alam sesuai fungsi dan hak-haknya.
Oleh karena itu, di moment peringatan Hari Bumi Sedunia ini, sengat penting menumbuhkan rasa cinta terhadap lingkungan, dan rasa cinta itu sebagai perantara atau media merawat dan menjadi bumi ini. Sehingga visi misi pencetus lahirnya gerakan Earth Day ini tercapai, yaitu terciptanya tanggung jawab manusia terhadap lingkungan, serta meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya pelestarian alam, konservasi sumber daya, serta perlindungan lingkungan hidup agar dapat berkelanjutan untuk generasi mendatang. Dan visi misi tersebut selaras dengan syari’at Allah, secara otomatis, dengan kita menumbuhkan rasa cinta terhadap lingkungan, kita juga telah menjalankan kewajiban kita sebagai makhluk Allah.
Refrensi:
Nashr, Sayyed Hossein, islam dan manusia modern. Bandung: Penerbit Pustaka, 1983
Isa, Abdul Qadir, Haqaiq An At-Tasawwuf. Sarang: Maktabah Al-Anwariyyah.
Al-Qusyairi, Abul Qasim Abdul karim, Ar-Risalah Al-Qusyairiyyah. Jakarta: Dar Al-Kutub Al-Islamiyyah, 2010
Farid, Ahmad, Tazkiyyah An-Nufus. Iskandariyyah: Dar Al-‘Aqidah Litturats, 1993
Murad, Fadhl bin Abdillah, Al-Muqoddimah fi Fiqhi Al-‘Ashri. Shan’a: Al-Jaili Al-Jadid Nasyirun, 2016
Penulis: M. Baha’udin Najih