Close Menu
Ma'had Aly Iqna' Ath-ThalibinMa'had Aly Iqna' Ath-Thalibin

    Subscribe to Updates

    Get the latest creative news from FooBar about art, design and business.

    What's Hot

    KEUTAMAAN DAN TATA CARA MENULIS BISMILLAH 113 KALI DI MALAM 1 MUHARRAM

    25 Juni 2025

    Bulan Muharram: Gerbang Tahun Hijriyah dan Ladang Keutamaan

    24 Juni 2025

    Ijabah Tak Selalu Seketika, Tapi Selalu Pasti.

    13 Juni 2025
    Facebook X (Twitter) Instagram YouTube
    Facebook X (Twitter) Instagram YouTube
    Ma'had Aly Iqna' Ath-ThalibinMa'had Aly Iqna' Ath-Thalibin
    Subscribe
    • BERANDA
    • PROFIL
      • SEJARAH
      • VISI DAN MISI
      • BIOGRAFI MASYAYIKH
    • KAJIAN
      1. HADIST AHKAM
      2. FIQH
      3. View All

      Jalan Menuju Surga Allah

      19 Februari 2025
      9.1

      Metode Wira’i Syaikhina KH. Maimoen Zubair

      15 Februari 2025

      Keluarkan Dunia dari Hatimu dan Letakkan di Tanganmu

      17 Januari 2025
      8.9

      Bagaimana Caraku Mencintainya?

      15 Januari 2025

      MEMANUSIAKAN ALAM MELALUI RASA MAHABBAH.

      22 April 2025

      KARENA HIDUP ADALAH PERJALANAN

      15 Maret 2025

      IKHTIYAR DAN TAWAKAL KUNCI KESUKSESAN SEORANG HAMBA

      5 Maret 2025

      HIJRAH DALAM BINGKAI KEHIDUPAN

      15 Februari 2025

      Jalan Menuju Surga Allah

      19 Februari 2025
      9.1

      Metode Wira’i Syaikhina KH. Maimoen Zubair

      15 Februari 2025

      Keluarkan Dunia dari Hatimu dan Letakkan di Tanganmu

      17 Januari 2025
      8.9

      Bagaimana Caraku Mencintainya?

      15 Januari 2025
    • AKADEMIK
      • Muhadlir Ma’had Aly
      • Jadwal Durus
      • Kalender Akademik
    • SEJARAH
    • PENGUMUMAN
      • INFORMASI WISUDA
      • PENDAFTARAN KKN
    • PENDAFTARAN
    • TAZKIYAH
    Ma'had Aly Iqna' Ath-ThalibinMa'had Aly Iqna' Ath-Thalibin
    Beranda » Benarkah Kita Seorang Hamba?
    Tarekat

    Benarkah Kita Seorang Hamba?

    adminBy admin15 Januari 2025Updated:21 April 2025Tidak ada komentar7 Mins Read
    Share
    Facebook Twitter Email WhatsApp

    Sudah tidak asing bagi kita, mendengar seseorang mengaku dan menyebut  dirinya sebagai hamba Allah. Pengakuan seperti itu boleh-boleh saja dan memang sebuah pengakuan yang benar. Bukankah Allah menciptakan manusia untuk beribadah kepadaNya?. Bahkan panutan kita, Rasulullah shallahu`alaihi wasallam telah mengajarkan kita, betapa derajat hamba itu tinggi di mata Allah, lebih tinggi dari derajat seorang penguasa. Telah dikisahkan bahwa, pernah suatu saat Malaikat Jibril duduk bersama Rasulullah. Kemudian Rasulullah menatap ke arah langit. Beliau melihat sosok Malaikat yang turun ke bumi dan Malaikat Jibril berkata bahwa ia adalah malaikat yang tidak pernah turun ke Bumi semenjak ia diciptakan. Kemudian malaikat tersebut menghampiri Rasulullah dan berkata: “Hai Muhammad, Tuhanmu telah mengirim aku kepadamu. Apakah engkau memilih menjadi raja dan seorang rasul atau engkau memilih tetap menjadi hamba dan seorang rasul?”. Malaikat Jibril pun memberikan nasehat kepada Rasulullah untuk bertawaduk kepada Allah. Lantas Rasulullah menjawab: “Aku tidak memilih untuk menjadi raja, tapi aku lebih memilih untuk menjadi hamba dan seorang Nabi”. Di dalam kisah ini Rasulullah menunjukkan kepada umatnya, betapa luar biasanya identitas hamba, betapa dunia ini pada hakikatnya adalah tidak berarti apa-apa. Beliau itu hanya duduk di atas tanah bukan di permadani, tidurnya pun di atas tikar yang anyamannya sampai membekas di lambungnya. Beliau juga makan layaknya seorang hamba lainnya, selalu bersyukur ketika makan dan bersabar jika lapar sedang melanda.

    Kita sebagai umat Rasulullah dalam rangka ikut pada ajaran beliau, tentu harus mengetahui apa itu seorang hamba? Untuk apa kita menghamba? Bagaimanakah cara menghamba?. Mari kita bahas hal ini perlahan-lahan.

    1. Arti Seorang Hamba

    Secara teoritis, tidak ada makhluk Allah yang lebih istimewa dari pada manusia. Manusia memiliki daya hidup, mengetahui, berkehendak, berbicara, melihat, mendengar, berfikir dan memutuskan. Di dalam Al-Qur’an dijelaskan bahwa termasuk salah satu fungsi penciptaan manusia adalah sebagai “abdun”, yang berarti hamba, tunduk, dan patuh.

    Dalam konteks sebagai abdun, manusia diciptakan oleh Allah untuk menjadi hamba yang tunduk dan patuh kepada penciptanya dengan kesadaran dari diri sendiri, bukan karena paksaan. Manusia lebih dituntut untuk berfikir, memilih dan memutuskan bahwa dirinya adalah hamba atau bukan. Memilih menjadi seseorang yang sadar bahwa memang seharusnya dia harus patuh atau tidak. Maka, dalam arti yang lain abdun juga bisa berarti kesadaran akan ke-hambaan-nya, kesadaran akan kewajiban yang harus ia lakukan kepada Tuhannya.

    1. Kenapa kita harus “ngumawulo”?

    Pada dasarnya, untuk menjawab pertanyaan di atas tidak memerlukan berbagai alasan yang bertele-tele. Cukup dengan kesadaran bahwa Allah adalah Sang apencipta, Allah adalah Dzat yang memberikan semua kenikmatan, Allah adalah Dzat yang memberikan kita hidayah untuk melakukan kebaikan dan menjauhi kemaksiatan. Bukankah hal tersebut sudah sangat cukup, untuk menjadi alasan bagi kita beribadah, ngumawulo kepada Allah?. Namun disamping itu semua, Allah subhanahu wata’ala begitu baik kepada kita. Dalam Al-Qur’an Allah bahkan memberikan jaminan masuk surga kepada orang-orang yang menghamba kepada Nya. Allah subhanahu wata’ala berfirman:

    (يَا أَيَّتُهَا النَّفْسُ الْمُطْمَئِنَّةُ * ارْجِعِي إِلَىٰ رَبِّكِ رَاضِيَةً مَرْضِيَّةً * فَادْخُلِي فِي عِبَادِي * وَادْخُلِي جَنَّتِي)

    Artinya: “Hai jiwa yang tenang. Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridhai-Nya. Maka masuklah ke dalam jama´ah hamba-hamba-Ku. Masuklah ke dalam surga-Ku.” (QS. Al-Fajr : 27-30)

    Ayat di atas menunjukan bahwa Allah telah memberikan kenikmatan berupa masuk surga kepada siapa saja yang menghamba kepadaNya. Dalam ayat tersebut, Allah telah memberikan salah satu ciri dari seorang  hamba, yaitu rida kepadaNya dan Allah juga meridainya.

    Dari penjelasan di atas, kita bisa mengerti dengan jelas, sifat belas kasih Allah yang sangat luar biasa. Bahkan pada sesuatu yang seharusnya manusia lakukan, Allah masih memberikan imbalan. Selain itu, menjadi seorang hamba memiliki peranan besar dalam upaya kita melawan musuh abadi umat manusia yaitu setan. Dalam hal ini Allah telah berfirman:

    (إِنَّ عِبَادِي لَيْسَ لَكَ عَلَيْهِمْ سُلْطَانٌ إِلَّا مَنِ اتَّبَعَكَ مِنَ الْغَاوِينَ)

    Artinya:”Sesungguhnya hamba-hamba-Ku tidak ada kekuasaan bagimu terhadap mereka, kecuali orang-orang yang mengikut kamu, yaitu orang-orang yang sesat.” (QS. Al-Hijr : 42)

    Sebagai musuh umat manusia, Setan telah bersumpah dihadapan Allah akan menggoda umat manusia dari segala penjuru. Namun Allah memberikan solusi kepada manusia bahwa masih ada dua arah yang sangat vital, Yakni atas dan bawah. Dalam artian selama kita bertawakal kepada Allah, menghamba kepada Nya, ikhlas dan ridha atas apapun kehendakNya, serta selalu bertawaduk, maka insya Allah kita akan selamat dari godaan Setan. Dalam hal ini, Allah menyebut orang yang bersikap demikian sebagai عباد الرحمانِ.

    (وَعِبَادُ الرَّحْمَٰنِ الَّذِينَ يَمْشُونَ عَلَى الْأَرْضِ هَوْنًا وَإِذَا خَاطَبَهُمُ الْجَاهِلُونَ قَالُوا سَلَامًا * وَالَّذِينَ يَبِيتُونَ لِرَبِّهِمْ سُجَّدًا وَقِيَامًا)

    Artinya: “Dan hamba-hamba Tuhan yang Maha Penyayang itu (ialah) orang-orang yang berjalan di atas bumi dengan rendah hati dan apabila orang-orang jahil menyapa mereka, mereka mengucapkan katakata (yang mengandung) keselamatan. Dan orang yang melalui malam hari dengan bersujud dan berdiri untuk Tuhan mereka.” (QS. Al-Furqan : 63 – 64)

    Ini mungkin hanya sebagian alasan kita, kenapa harus menjadi hamba. Namun, alasan-alasan yang telah diuaraikan sudah cukup menjadi pemicu kesadaran kita tentang pentingnya menjadi hamba Allah subhanahu wata’ala.

    1. Ikhlas Sebagai Gaya Hidup Seorang Hamba

    Manusia yang merupakan makhluk paling mulia disisi Allah subhanahu wata’ala, tentu memiliki tugas-tugas dan nilai tertentu di dalam kehidupannya. Sehingga predikat seorang hamba Allah layak dan pantas ia raih. Untuk itu, dalam memaknai siapa sesungguhnya hamba Allah tersebut?, Apakah hanya terkhusus pada orang-orang tertentu seperti para Nabi, para Rasul, para auliyaillah atau yang lainnya?. Ataukah bisa dimaknai dan dikategorikan pada siapa saja yang berhak mendapat predikat hamba Allah. Untuk memberikan gambaran sederhana, tentang siapa saja hamba Allah itu, kita bisa melihat makna dari ayat-ayat Al-Qur’an yang mencerminkan sifat dan gaya hidup seorang hamba Allah. Dalam hal ini mari kita kembali pada firman Allah subhanahu wata’ala:

    (وَمَا أُمِرُوا إِلَّا لِيَعْبُدُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ حُنَفَاءَ وَيُقِيمُوا الصَّلَاةَ وَيُؤْتُوا الزَّكَاةَ ۚ وَذَٰلِكَ دِينُ الْقَيِّمَةِ)

    Artinya: “Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus.” (QS. Al-Bayyinah : 5)

    Makna ayat ini adalah bahwa tidaklah mereka diperintahkan untuk melaksanakan seluruh syariat kecuali agar mereka hanya mengharap wajah Allah dalam ibadahnya. Meninggalkan kesyirikan menuju iman, menegakkan shalat, dan mengeluarkan zakat. Itulah agama yang lurus yaitu Islam. Ayat di atas menunjukan adanya keterkaitan antara hamba (pengabdian) dan keikhlasan.  Dengan demikian,  dalam setiap tindakan dan setiap ibadah seorang hamba harus berlandaskan keikhlasan, yakni hanya untuk mengharap keridaan Allah, bukan untuk mencari ridha manusia atau perhiasan Dunia.

    Penanaman sifat ikhlas dalam diri seorang hamba merupakan sebuah keharusan. Allah tidak menerima amal perbuatan yang tercampuri dengan urusan-urusan lain yang selain Allah. Akan tetapi, pada kenyataanya penanaman sifat ikhlas memiliki hambatan yang sangat besar, yaitu pola pikir manusia. Pada umumnya, manusia merasa bahwa harta, kesehatan, akal, kesadaran beribadah adalah miliknya. Mereka lupa bahwa semua itu adalah anugerah yang diberikan oleh Allah. Pola pikir yang demikian akan mempengaruhi kualitas ibadah yang dilakukan oleh manusia, sehingga akan memunculkan haddzun nafsi (bagian nafsu).

    Bukan hal yang mudah membangun sifat ikhlas dalam diri kita. Bagaimana mungkin kita ikhlas bersedekah, jika kita merasa bahwa uang itu milik kita? Alih-alih ikhlas, hal ini tentu menimbulkan pemikiran bahwa orang yang kita sedekahi berhutang budi pada kita, menimbulkan pemikiran Allah harus membalas jasa ini. Bagaimana mungkin kita ikhlas beribadah, jika kita merasa kesadaran ibadah itu dari diri sendiri, kita merasa bahwa kesehatan adalah karena kita sendiri? Hal ini bahkan menjadikan kita banyak menuntut balas budi kepada Allah, meminta imbalan yang setimpal dan bahkan mungkin berlipat ganda.

    Tentu hal-hal yang telah disebutkan adalah sebuah pemikiran yang keliru dan perlu dibenahi. Kita, sebagai hamba Allah harus mempunyai pola pikir yang benar. Sebagai langkah awal dan paling pokok dalam membentuk sifat ikhlas, kita harus berfikir bahwa segala sesuatu adalah milik Allah, Dunia dan isinya adalah milik Allah, anggota tubuh kita milik Allah, segala kebaikan adalah hidayah Allah. Maka, dengan cara berfikir seperti ini, kita akan perlahan meruntuhkan sifat kikir, sombong, tidak tahu diri dan riya’. Dengan hilangnya sifat-sifat tercela tersebut, kita akan lebih mudah melakukan amal kebaikan dengan ikhlas semata-mata mengharap ridaNya.

    Sebagai pungkasan, kami berharap kepada Allah untuk memberikan segala kemudahan kepada kita semua. Semoga kita diberi pertolongan dalam upaya kita menjadi hamba Allah yang sejati. Aamiin.

    Oleh: Abdul Majid

    Samsung Demo Phone

    8.9 Awesome

    The Samsung Demo Phone currently tops our rank of the greatest Samsung phones available, beating even the pricier iPhone Ultra Max Mega.

    So unsurprisingly this is an absolutely fantastic phone. The design isn't massively changed from the previous generation, but most other elements have been upgraded. This is what we call a big boost.

    • Display 9.8
    • Performance 9
    • Features 8
    • Usability 8.5
    • Battery Life 9
    • User Ratings (3 Votes) 7.3
    Share. Facebook Twitter Email WhatsApp
    Previous ArticleMenjadi Hamba Yang Bersyukur
    Next Article Bagaimana Caraku Mencintainya?
    admin
    • Website

    Related Posts

    Bulan Muharram: Gerbang Tahun Hijriyah dan Ladang Keutamaan

    24 Juni 2025

    Makna dan Sejarah Idul Adha: Antara Keta’atan Seorang Hamba dan Kepedulian Sosial

    6 Juni 2025

    Makna dan Keutamaan Hari Arafah dalam Tafsir Ar-Razi

    3 Juni 2025

    SANAD BAGIAN DARI AGAMA

    28 Mei 2025
    Add A Comment
    Leave A Reply Cancel Reply

    Editors Picks
    Top Reviews
    9.1

    Metode Wira’i Syaikhina KH. Maimoen Zubair

    By admin
    8.9

    Benarkah Kita Seorang Hamba?

    By admin
    8.9

    Menjadi Hamba Yang Bersyukur

    By admin
    Advertisement
    Demo
    About Us
    About Us

    Your source for the lifestyle news. This demo is crafted specifically to exhibit the use of the theme as a lifestyle site. Visit our main page for more demos.

    We're accepting new partnerships right now.

    Email Us: info@example.com
    Contact: +1-320-0123-451

    Our Picks
    New Comments
      Facebook X (Twitter) Instagram YouTube
      • Home
      • Tarekat
      © 2025 Ma'had Aly Iqna' Ath-Thalibin. Designed by Ma'had Aly Iqna' Ath-Thalibin.

      Type above and press Enter to search. Press Esc to cancel.