Hari Raya Idul Adha merupakan salah satu momen agung dalam Islam yang sarat makna. Peringatan ini jatuh setiap tanggal 10 Dzulhijjah dalam kalender Hijriah dan menjadi bagian penting dari dua hari raya utama dalam Islam, selain Idul Fitri. Idul Adha bukan sekadar perayaan ritual penyembelihan hewan, tetapi juga sebuah pengingat spiritual tentang keikhlasan, kepatuhan kepada Allah, dan nilai kemanusiaan dalam berbagi kepada sesama.
Asal Usul dan Sejarah Idul Adha
Idul Adha bukan sekadar ritual tahunan, melainkan sarat dengan pesan moral dan spiritual yang dalam. Melalui ibadah kurban, umat Islam diajak untuk belajar dari teladan Nabi Ibrahim dan Ismail tentang bagaimana menjalani perintah Allah dengan penuh kesungguhan dan tanpa keraguan. Kurban bukan hanya tentang menyembelih hewan, tetapi juga tentang melatih hati untuk rela melepaskan sesuatu yang kita cintai demi menaati kehendak Ilahi.
Allah SWT berfirman dalam Surah As-Saffat ayat 102:
“فَلَمَّا بَلَغَ مَعَهُ السَّعْيَ قَالَ يَا بُنَيَّ إِنِّي أَرَىٰ فِي الْمَنَامِ أَنِّي أَذْبَحُكَ فَانظُرْ مَاذَا تَرَىٰ ۚ قَالَ يَا أَبَتِ افْعَلْ مَا تُؤْمَرُ ۖ سَتَجِدُنِي إِن شَاءَ اللَّهُ مِنَ الصَّابِرِينَ”
“Maka ketika anak itu sampai (pada umur) sanggup berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: ‘Wahai anakku! Sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah apa pendapatmu!’ Ia (Ismail) menjawab: ‘Wahai ayahku! Lakukanlah apa yang diperintahkan (Allah) kepadamu; Insya Allah engkau akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar.'” (QS. As-Saffat: 102)
Kisah ini menggambarkan betapa dalamnya ketaatan seorang hamba dan keluarganya kepada Allah. Nabi Ibrahim, dalam usianya yang lanjut, memperoleh keturunan yang sangat dinantikan, namun diperintahkan untuk mengorbankannya. Sementara itu, Nabi Ismail pun menunjukkan keikhlasan dan kesabaran luar biasa dalam menghadapi perintah tersebut.
Sebagai bentuk kasih sayang-Nya, Allah menggantikan Nabi Ismail dengan hewan sembelihan:
“وَفَدَيْنَاهُ بِذِبْحٍ عَظِيمٍ”
“Dan Kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar.” (QS. As-Saffat: 107)
Dari peristiwa inilah, disyariatkan ibadah kurban sebagai bentuk ketaatan dan pengingat atas pengorbanan luar biasa yang dicontohkan oleh Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail.
Makna Filosofis dan Spiritual Ibadah Kurban
Ibadah kurban yang dilakukan umat Islam setiap Idul Adha bukan semata-mata menyembelih hewan. Allah SWT menegaskan dalam Al-Qur’an bahwa yang sampai kepada-Nya bukan daging atau darahnya, melainkan keikhlasan dan takwa dari pelakunya:
“لَن يَنَالَ ٱللَّهَ لُحُومُهَا وَلَا دِمَاؤُهَا وَلَٰكِن يَنَالُهُ ٱلتَّقْوَىٰ مِنكُمْ”
“Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai (keridaan) Allah, tetapi ketakwaan dari kalian-lah yang dapat mencapainya.” (QS. Al-Hajj: 37)
Melalui ayat ini, Allah mengajarkan bahwa esensi ibadah kurban adalah ketaatan, ketulusan hati, dan pengorbanan yang dilandasi oleh keimanan. Kurban menjadi simbol dari kemampuan seorang Muslim untuk melepaskan keterikatan duniawi dan menyerahkan sepenuhnya kehendak kepada Allah.
Kepedulian Sosial: Dimensi Horizontal dari Kurban
Di samping aspek ibadah vertikal kepada Allah, kurban juga mengandung pesan sosial yang sangat kuat. Islam tidak hanya mengatur hubungan manusia dengan Tuhan, tetapi juga hubungan antarsesama. Daging kurban dibagikan kepada keluarga, tetangga, dan fakir miskin—mereka yang sangat membutuhkan asupan gizi dan sering kali terpinggirkan.
Dalam Surah Al-Hajj ayat 28, Allah menyatakan:
“فَكُلُوا مِنْهَا وَأَطْعِمُوا ٱلْبَآئِسَ ٱلْفَقِيرَ”
“Maka makanlah sebagiannya dan berikanlah kepada orang yang sangat miskin dan fakir.” (QS. Al-Hajj: 28)
Dengan membagikan daging kurban, umat Islam diajak untuk menumbuhkan solidaritas, mempererat ukhuwah, dan menjaga keseimbangan sosial dalam masyarakat.
Ibadah Haji dan Kesempurnaan Islam
Hari Raya Idul Adha juga tidak bisa dilepaskan dari ibadah haji. Bagi mereka yang diberikan kemampuan oleh Allah, Idul Adha menjadi bagian dari puncak pelaksanaan ibadah haji di Arafah dan Mina. Ibadah haji ini merupakan rukun Islam kelima yang menunjukkan totalitas penghambaan kepada Allah SWT.
Rasulullah SAW bersabda:
“الحج عرفة”
“Haji itu adalah wukuf di Arafah.” (HR. Tirmidzi)
Ini menunjukkan bahwa momen Idul Adha tidak hanya dirayakan oleh mereka yang di rumah, tetapi juga oleh jutaan Muslim yang sedang menunaikan ibadah haji sebagai tamu Allah di Tanah Suci.
Kesimpulan: Refleksi Abadi dari Sebuah Pengorbanan
Idul Adha bukan hanya momen ritual, tetapi juga momentum introspeksi spiritual. Ia mengajarkan bahwa dalam hidup, seorang Muslim harus siap mengorbankan kepentingan pribadi demi menaati perintah Allah, dan sekaligus hadir di tengah masyarakat sebagai agen perubahan melalui amal sosial.
Dalam konteks kehidupan modern, di mana individualisme dan materialisme semakin menguat, semangat kurban menjadi sangat relevan. Ia mengingatkan bahwa keikhlasan, ketaatan, dan kepedulian sosial tetap menjadi fondasi kehidupan beragama yang otentik.
Dengan memahami dan menghayati makna Idul Adha secara mendalam, umat Islam tidak hanya menghidupkan syiar agama, tetapi juga membangun kehidupan sosial yang lebih adil, penuh cinta kasih, dan berkah.